Sayang, Gajimu Berapa?

Posted on
  • by
  • in
  • Label:



  • DULU ada kutipan, cinta boleh di hati perut harus diisi. Sekarang perempuan sudah begitu mandiri dan bahkan lebih unggul dalam urusan gaji. Si dia pede atau angkat kaki?
    Zaman memang sudah berubah, urusan patungan saat kencan atau siapa yang membayari saat kencan kini bukan dominasi kaum laki-laki (yang bisa juga berkantong lebih ramping dari kita), seberapa besar pengaruh penghasilan terhadap kesuksesan hubungan? Sosiolog Veronica Tichenor dari State University of NY mengatakan bahwa pria pada dasarnya akan tetap didefinisikan sebagai kepala dalam setiap hubungan. “Pria modern tidak terlalu khawatir dengan penghasilan yang mungkin lebih sedikit dari pasangannya, karena mereka tetap memiliki tanggungjawab di area tertentu—bahkan dipercaya mengambil keputusan (besar) yang dibutuhkan dalam hubungan,” jelasnya.
    Akan tetapi saat hubungan mulai bergerak ke arah yang lebih serius, hal ini mungkin saja menjadi potnsi konflik yang harus diwaspadai oleh kedua belah pihak. Seperti kita tahu, saat menikah kelak, ada biaya operasional yang harus dipikul bersama—tidak lagi sebatas pengeluaran makan, ngopi atau nonton—namun juga kehadiran anak atau orangtua (mertua). Psikolog Perry Jenkins menekankan pentingnya keterbukaan akan kondisi keuangan—serta kejelasan tentang ekspektasi masing-masing. “Hal ini penting, karena menjadi penentu kelanggengan hubungan ke depan.”
    Love Is All You Need, Is It?
    Setiap jenis hubungan memiliki konsekuensinya masing-masing. Termasuk saat pasangan kita ternyata memiliki penghasilan di bawah kita. Bila kita menganggap hal ini bukan masalah, silahkan jalan terus (dengan catatan: harus pintar-pintar mengatur ekspektasi, tidak banyak menuntut—dan bersikap mandiri) akan tetapi bila ternyata si dia terlihat uring-uringan, rendah diri, mulai sering mengungkit hal-hal untuk memancing pertengkaran yang mengarah ke perbedaan ini, mungkin saatnya kita untuk berpikir kembali. Ingat, bahwa hubungan bisa sukses bila kita mendayung dengan visi dan misi yang sama.

    Bila ternyata si dia tidak keberatan dengan perbedaan yang membentang, hargailah. Mengingat tidak mudah baginya untuk memahami bahwa nilai dirinya sebagai individu tidaklah ditentukan oleh penghasilannya—melainkan oleh kualitas pribadi, pengetahuan, selera musik, humor—atau apapun yang dulu membuat kita (mati-matian) jatuh cinta dengannya.
    Lantas ‘pe-er’ kita? Sadari bahwa pasangan terus-menerus butuh merasa dihargai kontribusinya—karena telah membantu kita menyelesaikan masalah, membuat kita tertawa, memotivasi kita dalam karier—di luar berapa jumlah penghasilannya di kantor. Jangan ragu untuk mengekspresikan kepuasan kita akan kualitas serta kesetaraan dalam hubungan yang kita jalani. He’ll love you more! DS (Maja Syaliandra/Foto: Kriss Szkurlatowski)

    Sumber


    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...