ANTARA/Fachrozi Amri
Guntur baru saja mengharumkan daerahnya, Kalimantan Timur, setelah meraih emas di cabang olahraga renang gaya kupu-kupu 50 meter. Dia juga menyabet emas di gaya dada 100 meter. Malah untuk gaya kupunya, Guntur memecahkan rekor untuk Asia Tenggara dengan waktu 33 detik.
Guntur adalah salah satu atlet yang berlaga pada ajang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XIV di Riau. Sebuah pesta olahraga multi event yang dikhususkan bagi penyandang cacat fisik.
Terkait kondisi fisiknya saat ini, Guntur mengisahkan kalau dia kehilangan tangan kirinya saat mengalami kecelakaan kapal motor di Kalimantar Timur tahun 2000 lalu. Tangannya tergilas putaran mesin kapal. Untuk diketahui, Guntur adalah anak seorang nelayan.
Kejadian tersebut membuat Guntur yang ketika itu baru berusia 16 tahun benar-benar menguncang dirinya . Selama berbulan-bulan kemudian jiwanya terus merasa terpukul, menyadari bahwa dirinya akan menjalani sisa hidup sebagai orang cacat, hanya dengan memiliki satu tangan.
Walau sempat terpuruk, Guntur perlahan bisa bangkit dengan dorongan dan semangat yang tak henti diberikan keluarga dan para sahabat dekatnya. Guntur tak ingin dengan kekurangannya itu menjadi alasan untuknya tidak berprestasi.
"Waktu kecelakaan itu, malah saya sempat disalahin orang tua. Waktu itu saya sempat sedih melihat kondisi fisik saya. Ya kalau istilah sekarang galau gitulah," kata Guntur dalam perbincangan dengan detikcom semberi tersenyum.
Bangkit dari keterpurukan, satu hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh Guntur adalah fakta bahwa dia adalah anak nelayan. Dengan laut dan ombak telah menjadi taman bermainnya sejak kecil, Guntur ingin kembali bergumul dunia yang telah membesarkannya. Tertantang untuk mengetahui kemampuan renangnya hanya dengan satu tangan, dia 'pulang' ke laut.
Keajaiban adalah yang pertama dirasakan Guntur saat dia mencoba kembali ke laut. Meski kehilangan tangan kirinya tapi kemampuannya berenang sama sekali tidak berkurang. Malah, dengan tangan satu, pria yang punya ambisi menjadi pengusaha ini merasa renangnya lebih cepat lagi dibanding saat masih memiliki tangan lengkap.
"Saya awalnya juga tidak percaya, kok dengan tangan satu malah saya lebih cepat berenang. Inilah yang membuat saya termotivasi untuk terus latihan ingin menunjukan pada semua orang, bahwa kekurangan juga bisa berprestasi," lanjut dia.
Guntur tak cuma berprestasi di dalam negeri karena dia juga menorehkan prestasi bagus di ajang Asean Paralimpik Games dengan menggondol dua emas dan satu perak. Atas prestasinya itu Guntur menerima bonus dari pemerintah sekitar Rp 130 jutaan dan asuransi kesehatan dari Pemprov Kaltim.
“Kalau asuransi kesehatan saya memang dapat. Tapi kalau ditanya apakah saya mendapatkan rumah atas prestasi di Asean Paralimpik, sampai sekarang rumah tidak dikasi," lanjut Guntur.
Jumlah bonus Rp 50 juta untuk setiap medali emas yang didapat atlet pada ajang Asean Paralimpik Games sempat mengundang banyak kritik. Pemerintah dianggap telah melakukan diskriminasi karena para atlet yang berlaga di SEA Games dapat Rp 200 juta untuk setiap emas yang diraih.
"Kalau ditanya ada dikriminasi apa tidak, ya silahkan terjemahkan sendiri saja. Tapi saya tetap iklas dan menerima apa adanya. Mungkin memang begitulah yang harus kami terima. Yang penting kita bisa bepretasi,” tuturnya.
Lantas beranikah dia ditantang menghadapi atlet renang yang masih memiliki dua tangan?
"Kalau atlet normal itu berenangnya dengan satu tangan juga, saya berani tantang," seloroh Guntur sambil tertawa.