Bisnis dan Kehormatan
Suatu
hari seorang ulama ditanya oleh anaknya, “Ayah, kenapa kita harus
berusaha mencari harta sampai kita menjadi kaya?” ayahnya menjawab “Kita
lakukan ini agar kita tidak dihina oleh mereka (Pejabat/keluarga raja"
Meski
pun kehormatan seseorang bukan ditentukan oleh harta, tetapi pada
kenyataannya orang yang memiliki harta banyak lebih dihormati oleh
masyarakat, apa lagi jika dia juga orang yang dermawan. Ini suatu
realitas, apa pun teori yang kita sampaikan bahwa kehormatan bukan dari
harta, tetapi sebagian masyarakat tidak mengetahui teori itu.
Kenyataannya orang yang memiliki harta lebih dihormati oleh masyarakat.
Memang
kita sadar, bahwa kehormatan bukan karena harta kita. Itu betul
sebagaimana sering dikatakan oleh ulama kondang. Namun dengan harta,
seseorang selain lebih dihormati, juga lebih memiliki kekuatan dan
keleluasaan melakukan berbagai hal yang positif. Dengan memiliki harta
yang banyak kita akan memberikan kontribusi yang lebih banyak ketimbang
kita tidak punya.
Tanpa harta yang banyak kita bisa
berkontribusi. Betul. Saya setuju. Tetapi apa yang orang miskin bisa
lakukan, orang kaya juga bisa. Sebaliknya apa yang orang kaya lakukan
dengan hartanya tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki
harta. Ujung-ujungnya orang yang kaya bisa melakukan lebih banyak hal.
Tahukah
Anda kalau Abu Hanifah, seorang ahli fiqh terkemuka juga seorang
pebisnis? Abu Hanifah bisa membiayai sebagian besar murid-muridnya. Itu
membuat beliau terhormat di mata para penguasa. Tetapi bisnis beliau
tidak menghalangi kedalaman beliau dalam ilmu fiqh. Meskipun begitu kita
mengenal Abu Hanifah sebagai ahli fiqh, bukan seorang pebisnis. Dari
sini bisa kita ambil kesimpulan bahwa bisnis yang beliau lakukan adalah
untuk menjaga kehormatan dan menunjang dakwahnya.
Intinya
kita setidaknya harus memiliki dua bisnis. Bisnis untuk mencari nafkah
dan bisnis untuk mencari pahala. Keduanya harus kita jalankan dengan
sukses dan saling menunjang sehingga sukses yang kita raih adalah sukses
dunia dan akhirat. Sebagai penutup, ada seorang ahli juhud, Abdullah
Ibnul Mubarak, saat ditanya kenapa beliau berbisnis, beliau menjawab:
"Aku berbisnis untuk menjaga kehormatan para ulama agar mereka tidak
terbeli oleh para penguasa."