Manusia Tertua dari Asia, Bukan Afrika
Rabu, 08 Juni 2011 | 15:38 WIB
Asal-usul sejarah manusia yang terserak tak pernah habis diperdebatkan. Keyakinan penyebaran nenek moyang manusia dari Afrika ke seluruh dunia kini mendapat tantangan serius. Temuan fosil di Georgia menunjukkan manusia modern pertama kali berasal dari Asia.
Reid Ferring dari Departemen Geografi, University of North Texas, bersama rekannya menemukan kerangka berusia 1,75 juta tahun di Dmanisi, sekitar 50 kilometer dari ibu kota Georgia, Tblisi. "Dari perhitungan umur fosil, diketahui manusia Dmanisi menempati Eurasia lebih dahulu dibandingkan Homo erectus yang mendiami Afrika," ujar Ferring.
Kerangka tersebut memiliki susunan tulang campuran. Pertama, ditemukan tengkorak dan tulang tubuh bagian atas dengan morfologi yang lebih tua. Kedua, tulang tubuh bagian bawah dan tulang kaki yang tampak lebih modern. Bentuk campuran ini membuat fosil ini bisa menjadi pondasi bagi genus Homo.
Ukuran tengkorak fosil Dmanisi juga membingungkan karena lebih kecil dari Homo erectus yang semula dianggap sebagai nenek moyang manusia. Homo erectus sendiri diketahui berasal dari Afrika dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Meski berusia 1,75 tahun, Ferring berkeyakinan manusia Dmanisi telah menempati kawasan ini pada masa sebelumnya. "Kawasan Kaukasus Utara ditempati bertahap oleh manusia Dmanisi sejak 1,85 juta tahun lalu sampai membentuk koloni," katanya.
Di situs penemuan, peneliti juga menemukan alat penyerpih pada lapisan sedimen. Selain itu, juga terdapat lapisan basaltik padat di bawahnya sementara di atas sedimen terdapat lapisan debu vulkanis. Diperkirakan ketebalan sedimen berhubungan dengan rentang waktu 80 ribu tahun.
Gagasan penyebaran manusia dari kawasan Asia ini membuat teori asal-muasal manusia modern lebih mudah karena titik awal penyebaran berada di tengah peta dunia. Penelitian Ferring sendiri terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Reid Ferring dari Departemen Geografi, University of North Texas, bersama rekannya menemukan kerangka berusia 1,75 juta tahun di Dmanisi, sekitar 50 kilometer dari ibu kota Georgia, Tblisi. "Dari perhitungan umur fosil, diketahui manusia Dmanisi menempati Eurasia lebih dahulu dibandingkan Homo erectus yang mendiami Afrika," ujar Ferring.
Kerangka tersebut memiliki susunan tulang campuran. Pertama, ditemukan tengkorak dan tulang tubuh bagian atas dengan morfologi yang lebih tua. Kedua, tulang tubuh bagian bawah dan tulang kaki yang tampak lebih modern. Bentuk campuran ini membuat fosil ini bisa menjadi pondasi bagi genus Homo.
Ukuran tengkorak fosil Dmanisi juga membingungkan karena lebih kecil dari Homo erectus yang semula dianggap sebagai nenek moyang manusia. Homo erectus sendiri diketahui berasal dari Afrika dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Meski berusia 1,75 tahun, Ferring berkeyakinan manusia Dmanisi telah menempati kawasan ini pada masa sebelumnya. "Kawasan Kaukasus Utara ditempati bertahap oleh manusia Dmanisi sejak 1,85 juta tahun lalu sampai membentuk koloni," katanya.
Di situs penemuan, peneliti juga menemukan alat penyerpih pada lapisan sedimen. Selain itu, juga terdapat lapisan basaltik padat di bawahnya sementara di atas sedimen terdapat lapisan debu vulkanis. Diperkirakan ketebalan sedimen berhubungan dengan rentang waktu 80 ribu tahun.
Gagasan penyebaran manusia dari kawasan Asia ini membuat teori asal-muasal manusia modern lebih mudah karena titik awal penyebaran berada di tengah peta dunia. Penelitian Ferring sendiri terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Teori ini tentu bertentangan dengan penelitian berbasis genetik yang menyakini asal-usul manusia Asia dari Afrika. Peneliti dunia sekelas Profesor Oppenheimer dari Inggris dan Profesor Sangkot Marzuki dari Indonesia masih yakin nenek moyang bangsa Asia bermigrasi dari Afrika sekitar 100 ribu tahun yang lalu. Mereka kemudian menginjakkan kaki di Asia Tenggara sekitar 60 ribu tahun lalu dengan cara menyusuri pantai selatan Afrika sebelum menyebar ke wilayah Asia lainnya.
sumber :tempointeraktif.com
WIREDSCIENCE | ANTON WILLIAM
WIREDSCIENCE | ANTON WILLIAM