Kapal TKI Pecah. Lima Jam Terombang-ambing di Laut
Kamis, 02 Juni 2011 | 13:49 WIB
Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Jeddah, Arab Saudi, masuk ke ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/5). Kementerian Kesehatan mencatat ada 2.352 orang TKI bermasalah yang dipulangkan dengan Kapal Motor Labobar, terdiri dari 2.163 orang dewasa, 123 orang diantaranya ibu hamil, 93 anak-anak, dan 96 bayi. Para TKI tersebut dipulangkan karena melebihi masa tinggal (overstay) di Arab Saudi. Tempo/Tony Hartawan
<a href='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/ck.php?n=a75df967&cb=834486626' target='_blank'><img src='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/avw.php?zoneid=398&cb=834486626&n=a75df967' border='0' alt='' /></a>
TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur - Wajah letih nampak diraut muka Ilham bin Abdul Mu'in, 33 tahun. Bujangan asal Langkat Sumatera Utara itu adalah salah satu korban selamat tenggelamnya perahu tempel yang mengangkut 24 orang TKI dari Johor menuju Batam. Kepada Tempo, Ilham menuturkan detik-detik terjadinya musibah.
"Kami berangkat dari salah satu pelabuhan tikus di pulau Rengit sekitar pukul 04.00, kemarin pagi," kata pria yang bekerja sebagai buruh bangunan di Pulau Pinang. "Saya hanya kenal Slamet, kawan satu kampung yang sama-sama bekerja di Pulau Pinang, penumpang lain saya tidak kenal karena hanya bertemu saat mau naik ke kapal."
Baru 20 menit kapal bergerak, ombak besar menghantam. Setidaknya dua kali kapal itu terbalik sebelum pecah. "Kami hanya bisa berteriak 'Allahu Akbar', mengharap pertolongan Allah," kata Mu'in.
Setelah kapal pecah, penumpang berusaha mencari apapun yang bisa menjadi pegangan. Jangankan baju pelampung, yang mana tekong atau nahkoda kapalnya saja mereka tak tahu. Beruntung, Mu'in dan Slamet berhasil berpegangan pada drum minyak. Sedangkan penumpang lainnya berusaha berpegang pada barang apapun, termasuk kayu atau tas mereka.
"Saya sempat melihat ada penumpang yang tak bisa berenang dan langsung tenggelam, ada pula yang tertabrak kapal lain yang juga mengangkut TKI seperti kami," kisah Mu'in.
Lebih dari 5 jam dia dan Slamet terombang-ambing dilaut hingga terseret ke tengah. Sesekali jika ada kapal melintas, dia berusaha melambaikan tangan untuk menarik perhatian mereka. Namun, karena mungkin kami terlalu kecil dan tak kelihatan, kapal itu terus melaju.
"Saya sempat putus asa dan saling minta maaf dengan Slamet, apabila harus mati, kami mati bersama," kata Mu'in. "Slamet kawan saya dari kecil, sampai bekerja di Malaysia."
Akhirnya kapal kapal dagang berbendera Cina berhasil menyelamatkan beberapa korban. Mereka melaporkan kejadian tersebut kepada Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) yang selanjutnya melakukan pencarian korban. Mu'in dan Slamet diselamatkan petugas laut Malaysia setelah lebih dari lima jam terapung dilaut.
Setelah kejadian ini, dia belum berfikir akan kembali lagi ke Malaysia atau tidak. "Yang penting saya selamat, apalagi saya pulang ke Langkat untuk menikah bulan depan," kata Mu'in.
Mu'in adalah salah sartu dari 24 orang pekerja yang hendak kembali ke Indonesia menggunakan perahu tempel. Mereka tenggelam di laut setelah perahu yang membawa mereka pecah karena dihantam ombak di perairan Tanjung Ayam, Pengerang, yang berjarak sekitar 160 kilometer dari Johor, kemarin pagi, 1 Juni 2011. Sebanyak 17 orang berhasil diselamatkan oleh kapal barang berbendera Cina yang melintas di tempat kejadian dan pasukan penyelamat dari Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM).
MASRUR
"Kami berangkat dari salah satu pelabuhan tikus di pulau Rengit sekitar pukul 04.00, kemarin pagi," kata pria yang bekerja sebagai buruh bangunan di Pulau Pinang. "Saya hanya kenal Slamet, kawan satu kampung yang sama-sama bekerja di Pulau Pinang, penumpang lain saya tidak kenal karena hanya bertemu saat mau naik ke kapal."
Baru 20 menit kapal bergerak, ombak besar menghantam. Setidaknya dua kali kapal itu terbalik sebelum pecah. "Kami hanya bisa berteriak 'Allahu Akbar', mengharap pertolongan Allah," kata Mu'in.
Setelah kapal pecah, penumpang berusaha mencari apapun yang bisa menjadi pegangan. Jangankan baju pelampung, yang mana tekong atau nahkoda kapalnya saja mereka tak tahu. Beruntung, Mu'in dan Slamet berhasil berpegangan pada drum minyak. Sedangkan penumpang lainnya berusaha berpegang pada barang apapun, termasuk kayu atau tas mereka.
"Saya sempat melihat ada penumpang yang tak bisa berenang dan langsung tenggelam, ada pula yang tertabrak kapal lain yang juga mengangkut TKI seperti kami," kisah Mu'in.
Lebih dari 5 jam dia dan Slamet terombang-ambing dilaut hingga terseret ke tengah. Sesekali jika ada kapal melintas, dia berusaha melambaikan tangan untuk menarik perhatian mereka. Namun, karena mungkin kami terlalu kecil dan tak kelihatan, kapal itu terus melaju.
"Saya sempat putus asa dan saling minta maaf dengan Slamet, apabila harus mati, kami mati bersama," kata Mu'in. "Slamet kawan saya dari kecil, sampai bekerja di Malaysia."
Akhirnya kapal kapal dagang berbendera Cina berhasil menyelamatkan beberapa korban. Mereka melaporkan kejadian tersebut kepada Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) yang selanjutnya melakukan pencarian korban. Mu'in dan Slamet diselamatkan petugas laut Malaysia setelah lebih dari lima jam terapung dilaut.
Setelah kejadian ini, dia belum berfikir akan kembali lagi ke Malaysia atau tidak. "Yang penting saya selamat, apalagi saya pulang ke Langkat untuk menikah bulan depan," kata Mu'in.
Mu'in adalah salah sartu dari 24 orang pekerja yang hendak kembali ke Indonesia menggunakan perahu tempel. Mereka tenggelam di laut setelah perahu yang membawa mereka pecah karena dihantam ombak di perairan Tanjung Ayam, Pengerang, yang berjarak sekitar 160 kilometer dari Johor, kemarin pagi, 1 Juni 2011. Sebanyak 17 orang berhasil diselamatkan oleh kapal barang berbendera Cina yang melintas di tempat kejadian dan pasukan penyelamat dari Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM).
MASRUR