Seorang sarjana berparas
cantik yang menyebut dirinya sebagai “Terapis Telanjang”, mengklaim bisa
mengatasi masalah kecanduan pornografi di internet pada lebih dari
1.000 orang. Caranya, dia melakukan konsultasi atau memberikan “terapi”
sembari bertelanjang, sebagian besar melalui
web cam.
Sarah White, demikian nama perempuan yang senantiasa tampil seksi
itu. Prakteknya cukup sederhana, yaitu dia berkomunikasi melalui kamera
di internet –atau kadang mungkin bertemu langsung– sembari melepas
pakaiannya. Dia juga membolehkan kliennya melakukan hal serupa,
sementara mereka berbincang mengenai masalah hubungan seks, asmara,
bahkan juga persoalan hidup secara umum.
Seperti ditulis situs
Mirror.co.uk, perempuan berusia 28
tahun ini mengklaim telah membantu ratusan klien di seluruh dunia,
termasuk di antaranya sejumlah selebriti dan kalangan VIP. Dia punya
pandangan mendasar yang ia yakini, bahwa godaan atau rangsangan adalah
kunci demi membuka (sisi) psikologis seseorang.
White juga mengaku percaya bahwa pornografi di internet telah
mengubah cara pandang laki-laki terhadap perempuan. Bahkan menurutnya,
kerusakan yang ditimbulkan oleh pornografi tersebut dapat menghentikan
seseorang berusaha menemukan cinta dalam kehidupannya.
Meskipun klien (lelaki maupun perempuan) diperbolehkan pula
bermasturbasi selama terapi di mana dia bertelanjang, White berkukuh
bahwa praktiknya bukanlah layanan
“sex-cam”. Namun sementara
itu, dia mengakui bahwa sesi “terapi” dua arah selama satu jam itu
senantiasa berhubungan dengan rangsangan dan kondisi terangsang.
“Pertama, oleh karena telanjang diperbolehkan, maka akan segera hadir
perasaan intim, keterbukaan, serta saling percaya antara terapis dan
kliennya,” tutur White mengemukakan aspek-aspek yang disebutkan sebagai
faktor kebehasilan “terapi”.
“Banyak di antara klien saya yang mengaku telah merasakan perubahan
besar dalam konteks apa yang siap mereka bicarakan denganku ketimbang
dengan terapis lainnya yang normal,” sambungnya.
“Yang mengejutkan, saya menemukan bahwa banyak lelaki tidak akan
bicara pada terapis normal tentang berbagai hal karena mereka merasa
terlalu malu atau sungkan,” ujarnya lagi.
“Tapi mereka malah merasa nyaman bicara padaku tentang hal-hal itu
(yang dirahasiakan), karena mereka menganggap kesediaanku bertelanjang
untuk mereka merupakan tanda bahwa saya mempercayai mereka dan bahwa
saya tidak akan menghakimi (masalah) mereka, yang tentunya benar,”
tambahnya.
“Hal kedua, Terapi Telanjang melibatkan godaan seksual sebagai sebuah
bagian penting dari pemikiran (cara berpikir),” ungkap White lagi.
“Meminta seorang lelaki berbagi tentang perasaannya di lingkungan di
mana godaan seksual dilarang, bagaikan mencoba mengajarinya berenang di
daratan,” sambungnya pula memberikan analogi.
White diketahui memiliki gelar BA di bidang Tari, selain juga
pemegang gelar Bachelor of Science di Ilmu Biologi, yang didapatnya dari
sebuah kampus di kawasan pesisir barat Amerika Serikat (AS).
Namun, dia memang tak memiliki lisensi untuk membuka praktik sebagai
terapis kejiawaan di AS, terutama lantaran metodenya yang melibatkan
rangsangan dinilai tidak etis. Namun perempuan yang tinggal di New York
ini berkeras bahwa metodenya justru telah memberikan terobosan baru di
dunia psikologi.
“Ya, saya bangga mengatakan bahwa saya telah menjumpai lebih dari
1.000 orang (klien) di mana mereka semua memang ingin berada di sana
(bicara) denganku,” tuturnya.
“Saya barangkali satu-satunya terapis perempuan di dunia yang bisa
menyatakan punya daftar pasien lelaki di mana tak satu pun dari mereka
berada di sana (menjalani terapi) karena disuruh oleh hakim (pengadilan)
atau oleh istrinya,” tandasnya.
Walaupun terapinya kontroversial, sangat terbuka dan juga
buka-bukaan, Sarah White mengaku tetap punya batasan tersendiri dalam
memberikan terapi. Dia mengaku hanya bersedia melanjutkan pembicaraan
jadi lebih seksi alias sambil bertelanjang, jika dia percaya akan ada
“keuntungan mental” bagi sang klien. [Mirror]
Sumber; suara.com